MUNGKIN KITA YANG SALAH BACA RAMBU.
Musik selalu
punya pesan tertentu yang ingin disampaikan oleh penciptanya, bahkan
musik-musik tanpa lirik pun bisa punya
pesan yang mewakili penciptanya apalagi musik berlirik yang sudah barang tentu
punya pesan. Pesan dalam musik tersaji lewat liriknya, lirik adalah salah satu
bagian paling signifikan dari musik sehingga kita bisa menikmatinya atau tidak,
bahkan musik tak jarang mendapat dikotomi dari liriknya, jadi ada musik
cengeng, musik komedi, musik ceria, musik perjuangan dan pengecapan aliran musik
lainnya, Ini selaras dengan vonis dari Roland Barthes tentang penulis “bahwa
penulis itu sudah mati !” ketika penulis menuangkan idenya dalam tulisan maka
secara otomatis penulis sudah terlepas dari tulisannya karena ketika tulisan
itu sampai pada pembaca penulis sudah
tak lagi berkuasa atas teksnya, karena pembaca bebas menafsirkan tulisan yang
dibacanya, pembaca bisa saja tidak menangkap apa yang dimaksud penulis malah
bisa saja menafsir ulang, maka bersiaplah penulis untuk dihakami dan dijatuhkan
hukuman mati! Maka ketika musisi menuangkan idenya dalam lirik lagu Ia tak bisa
menghindari persepsi subjektif publik tentang lagunya dan tentu saja
penghakiman atas jati mereka yang dinilai melalui hasil karyanya.
Kangen Band
dicap Band cengeng karena membuat musik-musik yang demikian, Glenn Fredly
mendapat Cap Musisi Romantis, Efek Rumah Kaca dicap Sebagai Band “berat” tak
ketinggalan Marjinal Band yang mendapat cap pemberontak, pejuang dan punk!
Tentu ini juga buah yang datang tak hanya dari perangai dan penampilan mereka,
tapi dari lirik – lirik mereka yang begitu menghantam dalam mengritik atau
memandang suatu peristiwa. Nah bicara salah satu Band favorit sepanjang hidup
saya ini, baru-baru ini Marjinal mendapat sorotan tajam di sosial media gara-gara
sikap mereka yang dianggap “berkhianat” karena dirasa berislah dengan polisi
yang notabenenya aparat, ihwal adanya tragedi bentrok antara narapidana vs
polisi di Mako Brimob, Marjinal mengambil sikap untuk ambil bagian dalam suatu
acara di Car Free Day di Jakarta untuk menunjukan rasa bela sungkawanya kepada
6 polisi yang tewas dalam bentrok di Mako Brimob itu.
Kanal-kanal
berita di Indonesia dipenuhi dengan kabar maraknya “teroris” belakangan ini
saya kira memang perlu disikapi, sebelum melangkah lebih jauh mari kita
sepakati definisi teroris itu adalah orang yang berperilaku meresahkan karena
definisi sejatinya yang “resmi” masih jadi perdebatan perihal untuk kepentingan
pengesahan UU anti Terorisme, yang samapai kini belum disahkan, hal inilah yang
jadi salah satu alasannya mengapa molor disahkan. Jadi gak boleh asal tunjuk
yaa apa dan siapa teroris itu, gak adil juga kalo sampe ada yang berujar kalau
teroris tak beragama, gak adil dong buat teman-teman kita yang Atheis, wong
jelas - jelas mereka itu beragama islam kalau kamu beragama islam atau tidak
mau menyinggung teman mu yang beragama islam tapi tidak pro bom bunuh diri
jangan juga kita bilang bahwa Pelaku Bom itu tidak beragama, yang jelas mereka
beragama dan punya pandangan politik, baru pulang dari Suriah katanya kan!?
Lalu kenapa banyak anak punk atau yang tahu
Band Marjinal heran dengan sikap Marjinal yang malah bersikap demikian? “begini
padahal beberapa waktu sebelumnya ada tragedi penembakan oleh “Oknum Polisi” kepada Poro Duka di Pulau Sumba yang adalah salah
seorang warga yang getol membela hak atas tanah adat di Kampungnya yang justru
malah lebih dekat dengan apa yang disuarakan lagu-lagu Marjinal”. Nah saya rasa
kita boleh bertanya kalau di Sumba siapa yang menjadi teror?
Tak bisa dipungkiri
jika bicara Punk di Indonesia saya rasa kurang pas juga kalau tidak bicara Marjinal,
malah di Indonesia ketika kata Punk diucapkan maka dibenak saya Marjinal lah
yang muncul. bahwa lagu-lagu Marjinal adalah pengejawantahan dari semangat punk
itu sendiri, karena lagu mereka adalah teman dan penyemangat dalam berjuang
banyak orang apalagi kawan-kawan yang merasa dirinya Punk, dengar saja lagu Marsinah,
Negri Ngeri, Kartini Rembang Pasti Menang, Hukum Rimba dan lagu lainnya milik
Marjinal yang selalu bisa menjadi corong suara kaum yang tertindas untuk
melawan malah seolah sudah jadi playlist wajib banyak pengamen.
Memang tak ada “101 bagaimana menjadi Punk”
atau Pakem menjadi Punk karena hal-hal demikianlah yang justru dilawan, tapi
ada satu yang harus disadari dan ini begitu terang benderang bahwa di lapangan
para korban penggusuran dari Sumba, Bandung, Jogja, Rembang dan banyak tempat
lainnya yang justru banyak Marjinal suarakan dalam bait-bait lagunya selalu berhadapan
langsung dengan aparat kepolisian, maka ekspresi kekecewaan yang timbul ketika
Marjinal malah “bersimpati” pada polisi adalah sesuatu yang wajar, Kalau kita
punya kawan yang biasa memberi kita semangat tau-tau sedang mesra dengan orang
yang menggusur rumah kita, wajar toh kita kecewa? Tapi boleh juga kita maklum karena
Marjinal adalah salah satu Band Punk dengan jumlah jama`ah terbanyak tentu saja
dengan latar belakang yang beragam agama, suku, ras dan cara berpikir yang
berbeda-beda, yap mereka tak bisa memuaskan semua pihak :p
Belakangan
malah Marjinal membagi foto Mike yang sedang bersalaman dan berpose mesra
dengan Moeldoko yang tak lain adalah pensiunan Jendral Militer, Padahal sebelum
bernama Marjinal mereka menamai bandnya dengan nama yang maha gagah “AM
(Anti-Militerisme)”. Boleh jadi setelah ini Marjinal akan diangkat menjadi Duta
Polisi, kita doakan saja.
Marjinal harus
maklum kalau ada banyak orang yang merasa “dikhianati” lalu kecewa dan
orang-orang harus maklum kalau ....
“So little time
Try to understand that i`m
Trying to make a move just to stay in the game
I try to stay awake and remember my name
But everybody`s changing
And i don`t feel the same.”
-Keane
“Everybody`s changing”
Komentar
Posting Komentar